Selasa, 28 Juni 2011

Perluasan Kebun Raya Bogor (land's plantetiun)




Kebun raya Bogor sebagai kebun raya tertua di Asia Tenggara yang didirikan tahun 1817 dengan luas hampir sekitar 87 ha memiliki arti penting bagi Pemerintah Hindia Belanda pada saat itu. Pada sekitar tahun 1900 Pemerintah Hinda Belanda menminta seorang perencana kota Herman Thomas Karsten untuk medesign perluasan kebun raya bogor (gambar) yang kalau diteliti perluasan tersebut sampai ke daerah yang sekarang dikenal sebagai daerah sempur dan lebak kantin.

Dari beberapa sumber perencanaan dari Thomas Karsten juga sempat menjadi pemikiran Bung Karno pada saat itu untuk menperluas Kebun Raya Bogor kedaerah tersebut

Jumat, 29 Januari 2010

SEJARAH NAMA-NAMA JALAN DI KOTA BOGOR














Bogor sebagai kota modern didirikan pada perioded 1745- 1845 yang mana dimulai dengan dirikannya Istana Buitenzorg. Salah satu jalan pertama adalah Groote Postweg yang juga dikenal sebagai bagian dari jalan bersejarah 1000 km Anyer Panarukan. Sesuai dengan sejarah yang ada maka jalan-jalan yang dibangun kemudian atau yang sudah ada diberikan nama sesuai dengan nama daerah atau fungsi dari jalan tersebut, berikut beberapa jalan di Kota Bogor

Jalan Merdeka = Tjikeumeuh Weg
Jalan Ir.H.Juanda = Groote Weg
Jalan Kapten Muslihat = Bantammer weg
Jalan Panaragan Kidul = Gestich Weg
Jalan Mayor Oking = Bioscoop Weg
Jalan Nyi Raja Permas = Stations Weg
Jalan Dewi Sartika = Park Weg
Jalan M.A Salmun = Gasfabriek Weg
Jalan Sawo Jajar = Laan Van Der Wijk
Jalan Abesin = Wetselaars Weg
Gang Ardio = Parallel Weg
Jalan Gedong Sawah = Mulo Straat
Jalan Gedong Sawah 4 = Binnen Weg
Jalan Pengadilan = Hospitaal Weg
Jalan Kartini = Verlengde Feith Weg
Jalan Semboja = Schenck De Jong Weg
Jalan Dr.Semeru = Tjilendek Weg
Jalan Mawar = Gang De Leau
Jalan Ciwaringin 1 = Gang Edwards
Jalan Perintis Kemerdekaan = Gang Kebon Djahe
Jalan Kantor Batu = Museum Laan
Jalan Gereja = Kerk Weg
Jalan Sekolahan = School Weg
Jalan Empang = Tandjakan Empang
Jalan Siliwangi = Handels Straat
Jalan Batu Tulis = Koepel Weg

Nama jalan yang tidak disebutkan, sebagian besar, tidak berubah namanya. Seperti Jalan Panaragan dulunya Panaragan Weg. Gang Menteng dari dulu tetap bernama Gang Menteng. Jalan Ciwaringin dulunya memang bernama Tjiwaringin Laan. Gang Slot, dari dulu memang bernama Gang Slot. Jalan Pledang, dulunya memang bernama Pledang Weg. Jalan Panaragan memang dari dulu sudah bernama Panaragan Weg. Mantarena, dulunya juga bernama Mantarena. Jalan Pancasan dari dulu sudah bernama Pantjasan Weg.

Ada juga nama jalan yang saat ini terpecah menjadi beberapa nama jalan. Seperti Tjikeumeuh Weg, saat ini menjadi terbagi menjadi tiga jalan, yaitu: Jalan Merdeka, Jalan Tentara Pelajar dan Jalan Cimanggu. Groote Weg saat ini terbagi menjadi beberapa jalan, yaitu: Jalan Ir.H Juanda dan Jalan Jend Sudirman.

Tentunya ada jalan yang dulu belum ada karena memang masih berupa rawa atau hutan, atau memang tidak dicantumkan di peta tersebut. Seperti Jalan Jalak Harupat dan Jalan Pajajaran.
(penulis dari (ref: Gemeentekaart van Buitenzorg 1920 - KIT Library):

Sejarah Stasiun Bogor











Sejarah Stasiun Bogor


Sejarah mencatat stasiun kereta api di Buitenzorg (Nama Bogor Tempo Doeloe) dibangun oleh perusahaan kereta api milik Pemerintah Belanda 1872 sebagai stasiun terakhir untuk jalur Batavia-Buitenzorg (Jakarta-Bogor) dan mulai dibuka pada 1873.

Pembukaan jalur ini untuk mempersingkat perjalanan Batavia-Buitenzorg (Jakarta-Bogor) yang saat itu masih menggunakan kereta kuda untuk melayani penumpang.

Semakin meningkatnya jumlah penumpang yang hilir-mudik Bogor-Jakarta (Jakarta-Bogor) maupun sebaliknya diperlukan ruang-ruang lebih besar agar bisa menampung banyak orang.

Maka dari itu, pada 1881 dibangun stasiun baru. Salah satu ruangan di stasiun ini terdapat prasasti yang didirikan pada 1881. Prasasti itu terbuat dari marmer sebagai persembahan karyawan sebagai ucapan selamat pagi terhadap D Marschalk yang memasuki masa pensiun atas jasanya mengembangkan perkeretaapian di Pulau Jawa.

Dari bentuknya saja sudah bisa diprediksi jika bangunan ini adalah bangunan lama. Arsitekturnya pun bergaya Eropa dan berlantai dua dengan hiasan berbagai motif.

Misalnya, motif geometrik awan, kaki-kaki singa dan relung-relung bagian lantai. Sebagiannya dalam kondisi asli alias belum diubah tapi sebagian lainnya sudah direhab keramik. Kusen pintu masuk dan jendelanya masih dalam kondisi utuh dengan gaya khas.

Hal yang menarik dari stasiun ini adalah lapangan yang ada didepannya yang konon bernama Wilhemina Park.

Bangunan itu sendiri luasnya kurang lebih 5.955 m2 yang dibangun di areal lahan seluas 43.267 m2 lokasi tepatnya di Jalan Nyi Raja Permas Kelurahan Cibogor Kecamatan Bogor Tengah.

Sayang keindahan dari Stasiun Bogor sudah tidak terlihat lagi mengingat daerah ini sudah menjadi taman topi.

(penulis dari berbagai sumber)

Selasa, 29 Desember 2009

Mutu Industri Pariwisata Indonesia Merosot


Di Asia Tenggara, Indonesia di bawah Singapura, Malaysia, Thailand, dan Brunei

Rabu, 4 Maret 2009, 17:33 WIB

Renne R.A Kawilarang, Shinta Eka Puspasari

VIVAnews - Industri pariwisata Indonesia mengalami penurunan daya saing pada 2009. Dalam Indeks Daya Saing Pariwisata dan Perjalanan yang dikeluarkan Forum Ekonomi Dunia (WEF) di Swiss, Rabu 4 Maret 2009, Indonesia turun satu peringkat. Pada tahun 2008 Indonesia menempati posisi 80 dari 130 negara, namun tahun ini turun ke posisi 81 dari 133 negara.

Di Asia Tenggara, Indonesia kalah bersaing dengan industri perjalanan dan pariwisata Singapura yang menduduki peringkat sepuluh dalam daftar tersebut. "Padahal tahun sebelumnya, Singapura menduduki posisi ke-16," demikian terlihat dalam daftar Indeks itu.

Indonesia juga jauh berada di bawah Malaysia (32), dan Thailand yang naik dari posisi 42 (2008) ke posisi 39. Negara tetangga Brunei Darussalam yang tahun lalu belum masuk daftar Indeks ini, langsung melompati Indonesia dan bertengger di peringkat 69.

Indonesia masih berada di atas Filipina yang melorot dari peringkat 81 ke 86, Vietnam (89), dan Kamboja (108).

Sementara itu, Swiss, Austria, dan Jerman dinyatakan memiliki lingkungan terbaik untuk mengembangkan industri pariwisata. Negara Prancis, Kanada, dan Swedia juga berada di kelompok sepuluh besar.

WEF menyusun pemeringkatan ini berdasarkan perbandingan kebijakan dan usaha-usaha yang mendukung daya saing industri pariwisata sebuah negara dengan negara lain di seluruh dunia. Mereka menggunakan kombinasi data publik, institusi dan pengamat industri pariwisata dan perjalanan.

Laporan tahun ini diterbitkan dengan tema 'Pengelolaan di Masa Sulit' yang mencerminkan kesulitan yang menghadang industri pariwisata di tengah krisis ekonomi global. Masalah-masalah itu harus ditangani dengan meningkatkan pertumbuhan industri pelesir ini di masa depan.

Kesulitan industri pariwisata dibahas dalam bab analisis yang menelaah beberapa topik seperti dampak kenaikan harga minyak terhadap industri pariwisata. "Juga pentingnya kompetisi harga untuk mengundang pelancong," demikian dinyatakan WEF dalam pernyataan pers yang dimuat di laman resmi mereka.

Jumat, 11 Desember 2009

BHI Wisuda 65 Mahasiswa

BHI Wisuda 65 Mahasiswa

Bogor-Bogor Hotel Institute (BHI) mewisuda 65 mahasiswa program studi D1 angkatan XVI. Acara wisuda yang dilaksanakan di Istana Ballroom Hotel Salak The Heritage, Selasa (16/12) kemarin, dilangsungkan dengan menampilkan prosesi adat Sunda sebagai pembuka.

Menurut Job Training Coordinator BHI, Nelfa Tyas Pittaloka, para wisudawan angkatan XVI sebenarnya berjumlah 180 orang, namun yang bisa menghadiri acara wisuda tersebut hanya 65 orang saja. “Sisanya sudah bekerja semua, sehingga mereka kesulitan untuk mengatur jadwal supaya bisa menghadiri acara wisuda ini,” ujar Nelfa kepada Jurnal Bogor kemarin.

Dikatakan Nelfa, mahasiswa D1 BHI angkatan XVI sebagian besar sudah mendapatkan posisi pekerjaan, baik di tempat job training maupun di tempat lain. “BHI memang mewajibkan para mahasiswa untuk melakukan job training selama enam bulan sebelum mereka menyusun laporan akhir untuk kelulusan,” kata Nelfa.

Acara wisuda yang dihadiri Ketua Yayasan The Heritage M. Nashar, Direktur BHI Agung Jati Waluyo, Vice Director I BHI Cindy Posumah, Vice Director II BHI Arie Setiawan, dan Vice Director III BHI M. Sofaruddin, dikatakan Nelfa juga dihadiri jajaran dosen BHI, perwakilan PHRI, HIPKI, Disbudpar, dan para orangtua wisudawan.

Dalam sambutannya, Direktur BHI mengatakan, dewasa ini perkembangan dunia pariwisata khususnya perhotelan, berkembang amat pesat, sehingga memungkinkan lapangan pekerjaan bagi para lulusan BHI terbuka lebar.

“Bukan hanya hotel saja, lulusan BHI juga bisa berkarya di kapal pesiar, rumah sakit, catering, restoran, dan masih banyak lagi. Belum lagi mereka yang memang berjiwa wirausaha yang ingin berusaha sendiri,” kata Agung.

Agung menambahkan, perkembangan pesat sektor pariwisata yang banyak menyumbang pendapatan kepada pemerintah, menjadikan BHI harus turut berkembang mengikuti kondisi yang kondusif itu.

“Oleh karena itu, kami telah merencanakan pada 2009, BHI akan berkembang menjadi Sekolah Tinggi dan Akademi Perhotelan, sehingga para alumninya akan lebih dapat bersaing dalam dunia industri pariwisata,” pungkas Agung.

Rudi D. Sukmana

Senin, 30 November 2009

Jalan Raya dan Kemakmuran Bangsa

Ada pepatah Cina yang mengatakan “ kalau ingin kaya bangunlah Jalan dahulu” . Rupanya pepatah ini memiliki pesan mendalam kepada pemerintahnya dan apa yang terjadi Cina sekarang bangkit menjadi salah satu raksasa ekonomi yang disegani. Dengan panjang jalan 170.000 km (suarakarya) Pemerintah Cina memiliki program yaitu semua ibu kota kabupaten harus terhubungkan dengan Highway atau jalan bebas hambatan. Sebagai salah satu bangsa dengan memiliki budaya tertua di Dunia Pemerintah Cina sadar bahwa jalan memiliki fungsi yang sangat penting untuk kemajuan bangsa. Kaisar Chi Huang Thien sebagai yang membuat tembok Cina juga telah memciptakan jalan di atas tembok besar Cina yang memiliki panjang 5000 km untuk mempermudah logistik tentara dalam berperang dengan bangsa Mongol.

Bagaimana dengan Indonesia, pada jaman kerajaan dahulu terutama untuk kerajaan besar Majapahit , Sriwijaya konsep pembangunan jalan telah dimulai. Kerajaan Majapahit yang menguasai wilayah yang sekarang menjadi negara Indonesia telah mampu memciptakan jalan untuk memperlancar logistik. Pada masa penjajah Belanda atau yang dalam hal ini VOC salah seorang Gubernur Jendral Dandeles telah membuat jalan yang kita kenal sebagai Groote Post Weg atau Jalan Anyer Panarukan. Jalan ini dibuat dalam jangka waktu tahun 1800 an dan memiliki panjang hampir 1000 km. Fungsi utama jalan ini adalah untuk logistik sehingga lebar jalanya disesuaikan dengan lebar Kereta atau Pedati pada saat itu. Sampai hari ini berjuta -juta orang masih mengunakan jalan ini dan masih merupakan jalur utama ekonomi barang dan jasa di Pulau Jawa.

Apabila kita analisa Cina baru mengenai adanya konsep jalan Bebas hambatan atau High way baru sekitar tahun 1978 Indonesia lebih dahulu mengenai konsep ini dengan dibangunnya jalan tol Jagorawi pada tahun 1976 yang merupakan jalan bebas hambatan pertama di Indonesia. Namun Cina mampu meningkatkan panjang jalan bebas hambatan dari 185 km pada tahun 1978 menjadi sekitar. 19.000Km pada tahun 2002 hal ini melebihi Indonesia yang pada tahun 1978 panjang jalan tol sekitar 60 km menjadi sekitar 616 km pada tahun 2007(bisnis.com)

Dapat dilihat diatas bahwa betapa besarnya peran Pemimpin pada masa itu didalam pembangunan jalan. Kesadaran Pemeritah Cina akan pentingnya jalan yang baik telah mampu membuat Cina menjadi raksasa ekonomi. Indonesia yang pada jaman Belanda Gubernur Jendral telah juga mampu membuat jalan yang telah menjadi jalur utama roda perekonomian di Pulau Jawa.

Melihat dari hal tersebut diatas maka dapat dilihat bahwa salah satu tugas penting Pemimpin adalah membangun jalan yang baik. Karena dengan ketersediaan jalan yang baik maka efek nya akan sangat terasa terutama bagi roda perekonomian masyarakat.

Menutup tulisan ini ada satu cerita menarik mengenai pembangunan Jalan di Indonesia hal ini dikutip oleh salah satu mantan President Ford Motor Company didalam buku Autobiografinya, pada sekitar tahun 1960an salah satu executive Ford telah menawarkan kepada President Sukarno bahwa Ford bersedia untuk membangun jalan Bebas Hambatan di Sumatera mulai dari Banda Aceh sampai Bandar Lampung secara gratis dengan kompensasi bahwa Ford memiliki hak istimewa untuk seluruh penjualan Mobil di Sumatera selama 30 tahun, dan hal ini ditolak oleh Presiden Sukarno.

Penulis

Saduran dari berbagai sumber

Senin, 16 Maret 2009